JAMBI, SJBNEWS.CO.ID - Satuan Tugas Penanganan Kawasan Hutan (Satgas PKH) belakangan ini gencar melakukan penyegelan terhadap lahan perkebunan sawit milik warga yang berada dalam kawasan hutan. Langkah ini memicu keresahan di kalangan petani, terutama di wilayah Kabupaten Muaro Jambi, Sarolangun, dan Tebo, yang banyak kehilangan lahan garapan mereka.
Ironisnya, di balik maraknya aktivitas berkebun sawit di kawasan hutan, muncul pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang menjual lahan tersebut kepada masyarakat? Dugaan mengarah pada keterlibatan sejumlah oknum kepala desa yang diduga mengetahui dan bahkan memfasilitasi penjualan lahan hutan kepada warga. Lebih disayangkan lagi, aparat kehutanan terkesan membiarkan situasi ini berlangsung tanpa tindakan tegas sejak awal.
Di sejumlah daerah terdampak, para petani mengaku telah mengelola lahan tersebut selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, tanpa gangguan. Salah satu contoh mencolok adalah kebun sawit seluas 600 hektare yang kini disegel oleh Satgas PKH. Padahal, lahan tersebut sudah lama ditanami dan menghasilkan.
Salah seorang pemilik kebun, R, mengungkapkan bahwa dirinya mengetahui lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan. Namun, karena merasa mendapat dukungan dari oknum kepala desa, ia merasa aman mengelolanya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendesak: siapa sebenarnya yang bertanggung jawab menjual lahan hutan itu kepada masyarakat?
“Kalau bukan ada yang menjual, mana mungkin warga berani berkebun di kawasan hutan,” ujar R.
Warga menilai, pembiaran yang dilakukan oleh dinas kehutanan Jambi selama bertahun-tahun turut memperparah masalah. Kini, masyarakat kecil yang menjadi korban. Lahan mereka disegel, sumber mata pencaharian hilang, sementara pihak yang menjual dan membekingi justru belum tersentuh hukum.
Masyarakat menanti langkah konkret dari pemerintah dan instansi terkait. Tidak hanya dalam bentuk penyegelan, tetapi juga kejelasan solusi dan keadilan bagi para petani yang terdampak. (JKP)