Kades Pulau Pandan Diduga Bermain dengan PLTA, Warga Tuding Ada Kesepakatan Gelap

- Rabu, 30 Juli 2025, 05:12 PM

KERINCI, SJBNEWS.CO.ID - Di tengah derasnya tuntutan warga Desa Pulau Pandan terhadap pihak PLTA untuk membayar kompensasi sebesar Rp300 juta per kepala keluarga, mencuat dugaan serius yang mengarah pada Kepala Desa Pulau Pandan, Dori Syafriadi. Ia dituding telah mengadakan perundingan secara tertutup dengan pihak PLTA demi meraup keuntungan pribadi.

Informasi tersebut disampaikan sejumlah warga kepada SJBNews. Mereka mengaku kecewa karena pada pertemuan pertama antara warga dan PLTA yang digelar beberapa bulan lalu di sebuah kedai kopi kawasan Sungai Penuh, perundingan awal mengenai nilai kompensasi memang sudah mulai dibahas. Saat itu, Kades Dori Syafriadi dan perangkat desa juga hadir mewakili warga.

“Seharusnya ada pertemuan lanjutan untuk menyampaikan hasil negosiasi. Tapi yang terjadi justru lain. Tiba-tiba muncul keputusan sepihak dari kepala desa bahwa warga hanya akan menerima kompensasi sebesar Rp5 juta per KK,” ujar salah satu sumber warga.

Warga menilai keputusan tersebut tidak mewakili aspirasi mereka yang kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan akibat dampak pembangunan pintu air PLTA di Sungai Tanjung Merindu, aliran sungai yang sejak dahulu menjadi sumber ekonomi utama masyarakat Pulau Pandan.

Kekecewaan warga semakin dalam karena sejak kabar kompensasi Rp5 juta itu mencuat, Kades Dori Syafriadi tak pernah lagi muncul di tengah masyarakat. Hal ini memicu kecurigaan bahwa sang kades telah menjalin kesepakatan tersendiri dengan pihak PLTA tanpa sepengetahuan dan keterlibatan warga.

“Kami menduga kuat, Kades kami bermain di belakang. Bagaimana bisa keputusan sepenting ini diambil sendiri? Ini menyangkut nasib ratusan warga,” ujar sumber lain yang enggan disebutkan namanya.

Wartawan SJBNews telah berupaya menghubungi Kades Dori Syafriadi untuk meminta konfirmasi terkait dugaan perundingan tertutup dengan PLTA, namun hingga berita ini ditayangkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.

Sementara itu, warga Pulau Pandan baik nelayan maupun petani sawah tetap bersikukuh dengan tuntutan kompensasi Rp300 juta per KK selama keberadaan PLTA masih memanfaatkan aliran Sungai Tanjung Merindu.

“Kalau pihak PLTA tak sanggup membayar, silakan angkat kaki dari sungai ini. Sungai, daratan, hingga langit di atasnya adalah warisan nenek moyang kami, dan akan tetap kami pertahankan,” tegas warga dalam pertemuan terakhir yang dihadiri SJBNews. (Dilas)


Tags

Berita Terkait

X